Ide Perampingan Kabinet 2014-2019

Isi Kabinet Presiden Jokowi dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla:

1.  Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdjiatno
2.  Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil
3.  Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani
4.  Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Susilo.
5.  Menteri Sekretaris Negara Pratikno
6.  Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
7.  Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari
8.  Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
9.  Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yassona H Laoly.
10  Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin
11. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
12. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Anis Baswedan
13. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir.
14. Menteri Kesehatan Nila F Moeloek
15. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa
16. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri
17. Menteri Perindustrian Saleh Husin
18. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel
19. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said
20. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan M Basuki Hadimuljono
21. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
22. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
23. Menteri Pertanian Amran Sulaiman
24. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
25. Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti
26. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal serta Transmigrasi Marwan Djafar
27. Menteri Pertanahan dan Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan
28. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinov Chaniago
29. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yudy Chrisnandi
30. Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno
31. Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga
32. Menteri Pariwisata Arief Yahya
33. Menteri Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise
34. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi

Jumlah kementrian 34, dengan 4 menteri koordinator dan 1 sekretaris negara.

Sebagai catatan awal, jangan dilihat siapa nama menterinya, tidak bermaksud langsung ataupun tidak langsung membahas hal tersebut, tetapi lebih mencoba “jika saya jadi presiden”.

  • pertimbangan pertama, saya tidak mengkritisi keberadaan menko dan sekretaris kabinet, sehingga jumlah kementerian tersisa 29.
  • sebelum menganalisis versi kementerian, saya sangat setuju mengapresiasi untuk perubahan struktur DIKNAS menjadi DIKDASMEN sehingga DIKTI bergabung dengan RISTEK, sehingga ristek bisa mengkoordinasikan BPPT dengan DIKTI, dimana akan bisa lebih tajam pengembangan riset strategis, dan keberadaan periset-riset handal bisa dimanfaatkan di dunia akademisi.
  1. Menteri Sekretaris Negara harus diperluas bukan hanya terkesan menjadi sekretaris kabinet, tetapi juga sebagai “policy sounding” ke semua pihak luar dan dalam negeri, digabung dengan kementerian luar negeri, menggunakan kerangka kementerian luar negeri. (-1)
  2. Menteri Dalam Negeri digabung dengan Menteri Sosial, menjadi Menteri Pembangunan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial. Perubahan paradigma, sebelumnya mengurus koordinasi pemerintah pusat dengan propinsi (hal itu diserahkan ke sekretaris negara, perluasan kewenangan). Kementerian ini berubah haluan kepada bagaimana upaya kebijakan yang mengarah langsung hak-hak obyek warga negara bukan institusi propinsi, dan kebijakan tentang kesejahteraan sosial, institusi sosial, dsb. (-1)
  3. Kementerian Luar Negeri diperluas menjadi Sekretaris Negara, sebagian bergabung dengan sekretaris negara, dan sebagian membentuk biro khusus dibawah sekretaris negara, urusan haji, perwakilan di UN, perwakilan OKI, dsb.
  4. Kementerian Hukum dan HAM dirubah paradigma kepada Keamanan Dalam Negeri, fokus pada KTP (legal status WNI), SIM, imigrasi, dsb. Karena isu legal harus diarahkan kepada permasalahan keamanan. Kemudian mengembalikan status Mahkamah Agung dan Jaksa Agung setingkat menteri non-politik.
  5. Menteri Agama, untuk hal ini saya setuju untuk dihapuskan, dan untuk urusan haji disiapkan Dubes Khusus untuk urusan Haji, dan urusan pengembangan keagamaan diserahkan kepada pemerintah provinsi, dan mengangkat status MUI sebagai institusi semi pemerintah non-politik setingkat menteri. (-1)
  6. Kementerian Komunikasi dan Informatika, memang perkembangan ICT menjadikan kita yang gagap teknologi merasa perlu berlomba dalam bidang ini, tetapi seiring berkembangan saya melihat ICT ini adalah teknologi yang sudah menjadi “basic”, sehingga menurut saya untuk urusan policy diserahkan ke sekretaris negara, sedangkan untuk urusan teknis dan administrasi diserahkan ke kementerian RISTEK. (-1)
  7. Kementerian Perikanan dan Kelautan, sama dengan komunikasi dan informatika, untuk teknis sebenarnya sudah ada BUMN maritim PAL, untuk riset maritim sangat banyak di RISTEK, dan untuk policy diserahkan kembali ke sekretaris negara. (-1)
  8. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, sebenarnya yang dibutuhkan adalah alokasi dana budget, yang aplikasi dilapangannya bisa diselesaikan oleh pemerintah propinsi, jadi policy dibuat di sekretaris negara, dan anggaran khusus di keuangan. (-1)
  9. Kementerian Pertanahan Nasional, dengan otonomi masalah pertanahan nasional lebih menjadi urusan lokal dari pada urusan nasional, sehingga lebih mengena jika tidak dalam bentuk kementerian cukup Badan/Biro dan non-politik, dan bisa diletakkan dibawah PAN untuk urusan-urusan kepentingan nasional ataupun situs cagar alam, dan bagus juga dipegang. (-1)
  10. Kementerian BUMN dan politik, indikasi yang sangat tidak baik, BUMN adalah aset strategis nasional, dan sudah berbentuk PT, artinya memiliki value di pasar yang bisa dilihat publik secara transparan, paska reformasi untuk menaungi BUMN strategis yang kehilangan induknya karena dibubarkan oleh MPR/DPR, harus dicermati kembali, untuk BUMN ini saya rasa lebih dibutuhkan satu badan non-politik dan benar-benar profesional swasta sekelas holding dimana sahamnya bisa dibuat publik offer sebagian ke masyarakat melalui jaringan perbankan nasional. (-1)
  11. Kementerian Pariwisata sebenarnya lebih berfungsi koordinasi, karena berkaitan dengan obyek lokal, hal ini lebih akan fungsional di pemerintah propinsi (penguatan lembaga otonomi daerah). (-1)
  12. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, jika mau dicermari jika berbicara tentang Tenaga Kerja kita terfokus pada buruh laki-laki, jika kita bicara pendidikan lebih tertuju pada anak, dan jika berbicara kesehatan secara umum kepada ibu mengandung dan anak, dan spesifik ke penyakit tertentu. Untuk kementerian ini saya lebih condong untuk perubahan paradigma dan fokus obyek pada kementerian kesehatan, sehingga kementerian bisa difungsikan bersama kementerian kesehatan. (-1)
  13. Kementerian Pemuda dan Olahraga, jika melihat polemik PSSI dan bagaimana larangan FIFA untuk menolak interferensi dari pemerintah, sebenarnya sudah dapat kita simpulkan bahwa olahraga lebih berkawan dengan bisnis komersial dibandingkan pemerintah, walaupun secara lokal kepemilikan aset bisa dibantu oleh pemerintah lokal. (-1)

Kesimpulan kementerian bisa dikurangi 11 pos, tetapi sekali lagi yang perlu diingat, kabinet adalah hak preogatif presiden, sehingga kita harus hormati, dan list ini biar saya simpan untuk bahan dikemudian hari.

Selamat bekerja Pak Presiden Jokowi dan Pak Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Leave a Reply