Sebuah serangan di Flotilla

750 lebih aktivis dari 50 negara, melakukan aksi heroik misi kemanusiaan, membawa suplai bantuan untuk Gaza.

Misi mereka sebenarnya berhasil, dunia tersentak, ini yang diperlukan, dunia mengecam bagaimana aksi negara israel di Gaza, tidak ada aturan, seolah darah dan kekerasan menjadi nama tengah mereka.

Diantara banyak sekte yahudi, ada pula sekte yang beranggapan halalnya darah manusia selain mereka, ada pula sekte yang beranggapan bahwa tanah yang dijanjikan adalah sepanjang palestina bahkan tanah arab, mereka hanya perlu sebuah alasan (terlepas rasional ataupun tidak) untuk melakukan aksinya.

Apakah pembentukan negara Israel ini adalah sebagai ritual keagamaan? bisa dibilang begitu, tapi bisa dibilang juga tidak, sebelum berakhir perang dunia kedua, pendirian negara Israel memiliki tiga opsi di inggris, di amerika atau di sebuah wilayah potensial di yerussalem, opsi ketiga ini menjadi tersedia karena dikala itu seorang pimpinan zionis memberikan tawaran yang sulit di tolak oleh inggris dan amerika, atau dengan kata lain mereka menolak didirikannya negara Israel diwilayah mereka, sehingga mereka sangat mendukung dengan kata lain eksodus orang yahudi keluar dari Inggris dan Amerika.

Apakah ini persoalan agama? bisa iya dan bisa tidak, tapi ini pastinya adalah masalah keyakinan, permasalahan penafsiran zionis terhadap agama mereka, jika mereka beragama.

Pada akhir perang dunia kedua, ketika Inggris hendak meninggalkan palestina dengan janji penyerahan kekuasaan terhadap palestina, berangsur-angsur pasukan militer ditarik oleh inggris, tetapi tidak ada penyerahan kekuasaan, yang terjadi justru dengan sadarnya Inggris membiarkan eksodus warga baru (yahudi non-lokal) untuk datang, membawa alat berat, membawa senjata, dan memberikan ultimatum untuk yahudi lokal untuk bergabung atau dianggap bukan bagian mereka (zionis).

Pada tahun tersebut, jutaan orang dipaksa keluar dari rumahnya, dipaksa untuk eksodus ke negara terdekatnya, meninggalkan tanah airnya, dan ini bukan karena mereka islam, atau pun kristen, atau bahkan yahudi, tapi karena mereka menempati wilayah yang akan mereka (zionis) kembangkan menjadi sebuah negara baru.

Sekejap setelah selesainya perang dunia kedua, puluhan negara baru terbentuk, termasuk Indonesia, dan mereka (zionis) beranggapan ini adalah momentual yang tepat untuk menyatakan hal yang sama, seolah-olah sejak dimulainya perang dunia konstelasi dunia berubah, demografi-demografi negara berubah, seolah pada saat perang sebuah tanah kehilangan kepemilikan, dan siapa yang pertama mengklaim, baik dengan kekuasaan, hingga pertumpahan darah, dia lah pemiliknya, dan itu lah yang terjadi di Palestina.

Seorang palestina yang terusir dan migrasi ke negara-negara lainnya diseluruh dunia, tetap tidak bisa melupakan asal usul dan identitasnya, menuliskan sebuah novel berjudul “On The Hills of God” yang menceritakan dengan gambaran yang jelas bagaimana proses peralihan berlangsung, bagaimana detik demi detik sebuah masa depan hilang, dan berjuta manusia muda berada dalam tekad yang dalam untuk kembali, suatu hari nanti.

Aku bersumpah demi kuburan ayahku, dan demi kuburan semua martir, bahwa kita akan kembali” Yousif (lakon Yousif dalam novel “On The Hills of God” oleh Ibrahim Fawwal).

Seseorang harus mengatakan kepada dunia, ini bukan hanya tentang sebuah agama (bukan pula menafikan perihal agama), ada sebuah ketidakadilan yang bersifat massif dan barbarian.

Leave a Reply